Senin, 07 Januari 2008

Pemuda Kehilangan Panutan

Pemuda Indonesia kehilangan panutan. Peringatan Hari Sumpah Pemuda setiap 28 Oktober, hanyalah peristiwa seremonial tanpa makna. Seretan arus globalisasi, membuat nasib kader bangsa ini tercabik-cabik.

Menurut Ketua Badan Koordinasi Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Sumbar, Revi Martha Dasta, sesungguhnya peringatan Sumpah Pemuda yang diagendakan setiap tahun, bisa dijadikan momen untuk membangkitkan kembali peran pemuda di negeri ini. "Kita kehilangan panutan. Kita juga kehilangan tokoh nasional sekaliber Bung Hatta, M. Natsir, Haji Agussalim dan lain ini," ucapnya.

Jika semua komponen pemuda bersatu, Revi Martha Dasta optimis akan lahir tokoh pemuda dan nasional dari daerah ini. Asalkan seluruh komponen masyarakat tersebut tidak saling menjatuhkan. Untuk itu, KNPI, OKP, HMI dan lainnya membuat blue print (cetak biru) untuk melahirkan tokoh-tokoh tersebut dengan memasang target lima tahun ke depan atau 10 tahun ke depan.

Dari amatan Wakil Ketua Pemuda Marapalam, Dodi Afrianto, arus globalisasi telah merubah pola pikir generasi muda sekarang ini. Tidak hanya pola pikir mereka saja yang telah berubah, tapi mereka juga lupa pada sejarah bangsa ini. Hal itu dibuktikan dengan banyaknya generasi sekarang yang terjerumus oleh barang haram pembawa kehancuran. "Generasi sekarang banyak yang lupa sejarah. Kalau saja mereka masih ingat sejarah, tentang perjuangan para pahlawan kita memperjuangkan kemerdekaan bangsa ini, tentu mereka tidak akan mudah terbawa arus yang menyesatkan itu," katanya.

Dikatakan, generasi muda yang terbawa arus menyesatkan itu adalah mereka yang terlibat dalam masalah narkoba dan penyakit masyakarat yang marak terjadi dewasa ini. Seperti peristiwa yang terjadi di Pasaman Barat beberapa waktu lalu. "Mulanya sekedar coba-coba, lama-kelamaan mereka ketagihan. Akhirnya membawa petaka untuk masa depannya dan merugikan orang banyak.

Tidak hanya dirinya saja yang rugi tapi orangtua mereka juga tersiksa dibuatnya," sebut pria yang kini sedang bekerja sebagai salah satu tenaga honorer di instansi pemerintahan ini.

Disebutkan, perbedaan pemuda dulu dengan sekarang sangatlah jauh berbeda. Pemuda dulu cendrung mempertahankan kewajibannya ketimbang menghabiskan waktu tanpa arah. Pemuda dulu mempunyai kemauan yang keras dalam memberikan masukan yang positif bagi kemajuan bangsa. Mereka mandiri dan mampu mengambil keputusan yang bijaksana dalam mengambil sebuah keputusan.

"Kalau pemuda sekarang banyak mengandalkan apa yang dipunyai orangtua mereka. Mereka tidak pernah berpikir bagaimana kondisi mereka tanpa orangtuanya, dikemudian hari. Mereka hanya bicara hari ini, tapi tidak untuk 10 tahun mendatang," ujar Dodi.Terkait makna Hari Sumpah Pemuda yang setiap tanggal 28 Oktober diperingati bangsa Indonesia, Dodi, memaknainya sebagai pembangunan motivasi diri untuk menjadi orang yang berguna bagi orangtua, bangsa dan tanah air di kemudian hari.

Selaku tenaga honorer, dia akan berusaha menjalankan tugas dan kewajibannya selaku anak bangsa negeri ini. Baik sebagai tenaga Sementara itu, Presiden Mahasiswa IAIN Imam Bonjol Padang, Ja'far berpendapat, harapan lebih baik untuk kemajuan bangsa mesti ditentukan oleh para pemudanya, kalau kualitas pemuda lemah bakal berpengaruh pada eksistensi bangsa di masa mendatang. Namun mutu generasi bangsa tidak terlepas dari kesungguhan pemerintah dalam membenahi sistem pendidikan nasional."Sejumlah tokoh generasi muda pada masa 79 tahun lalu telah berhasilmenorehkan sejarah bangsa Indonesia untuk bersatu melawan penindasan kolinial penjajah. Tepatnya pada 28 Septemper 1928 anak bangsa sepakat untuk satu suara dalam membela bangsa yang sedang tercabik-cabik," ujarnya.

Disebutkan, sebuah bangsa hanya diisi oleh para pemuda, jawabannya tentu tidak. Di negara yang didiami oleh penduduk yang beraneka ragam dengan latar belakang dan umur yang berbeda-beda. Di sana ada orang tua, anak anak dan remaja. "Memang tidak semuanya para pemuda, jika mereka yang berumur antara 17- 40 tahun. Jika barometer pemuda tersebut hanya diukur oleh batasan umur dan lamanya seseorang mendiami bumi yang fana ini. Jika umur yang menjadi patokannya, maka sangat nihil suatu bangsa diisi oleh para pemuda. Ada sebuah kenyataan negeri ini dipimpin oleh mereka yang telah berumur melebihi ambang batas alias di atas empat puluh tahun. Belum lagi kepala daerah dan perangkat-perangkatnya dari provinsi sampai ke kabupaten/kota yang nota bene mayoritas geresi muda, walau tidak semua rata-rata telah mendiami bumi empat puluh tahun lebih. Belum lagi di lembaga-lembaga baik pemerintah maupun non pemerintah level pusat hingga ke daerah," paparnya.

Menurutnya, menjadi penghubung sebuah negara dengan pemuda adalah generasi muda yang sering dielu-elukan dengan berbagai macam slogan dan gelar. Hal itulah yang menjadi pertanyaan yang mesti dijawab. Pemuda bukan sekedar ditentukan oleh batasan umur yang kaku dan kuno. Umur hanyalah salah satu barometer teknis bukan substantif, yang membedakan pemuda dengan yang lainnya. Idealnya, kedewasaan juga tidak ditentukan oleh batasan umur. Tidak semua orang yang berumur tua memiliki kedewasaan yang tinggi.

Sebaliknya, tidak sedikit mereka yang relatif muda dapat berkontribusi kepada bangsa, negara dan agamanya."Peran dan kiprah pemuda dalam berkontribusi bagi bangsa sampai saat ini tidak diragukan lagi. Sumpah Pemuda pada 1928 telah menjadi bukti kongrit keberhasilan pemuda mempersatukan anak bangsa dalam satu kesatuan. Satu Nusa dan bangsa, bangsa indonesia. Satu bahasa, bahasa Indonesia dan satu tumpah tanah air, tanah air Indonesia di tengah ketertindasan, pengekangan dan pejajahan, bahkan mereka mampu bangkit memberi asa dan harapan," ulasnya. Memperjuangkan Indonesia Raya yang merdeka, katanya, jauh sebelum itu Budi utomo telah berjuang melalui tamansiswa di bidang pendidikan, Muhammadiyah, Persis dan Nahdatul Ulama di bidang keagamaan serta gerakan politik terhimpun di dalamnya Indische Partij dan Serikat Islam. Organisasi pergerakan pra kemerdekaan didominasi para pemuda sebagai aktor penggerak. Sehubungan keberhasilan pemuda, ia menilai bahwa kemajuan suatu daerah sangat ditentukan oleh kepemimpinan atau orang yang dituakan.

Pemimpin yang di dahukan selangkah di tinggikan seranting. Pemimpin tidak semestinya selalu orang tua. Ramai dan semaraknya kampung jelas oleh generasi muda. "Karena generasi muda yang memiliki kreatifitas dan semangat. Mereka yang aktif berbuat dan memberikan mamfaat kepada bangsa. Semangat sangat didominasi oleh motifasi dan vitalititas. Orang yang tua dari segi umur tetapi memiliki semangat para pemuda, pada hakikatnya dia adalah pemuda sejati dan berkarakter pemuda yang abadi," tuturnya.Kemudian menurutnya, pola pikir atau watak seorang pemuda adalah pola pikir petualang. Maksudnya, keinginan terus mencoba melahirkan hal-hal yang baru. Selalu punya ide kreatif dan inovatif. "Pola tingkah seperti ini melahirkan karakter dan bawaan. Berpikir cepat dan linear dan cendrung ingin sepat menuai hasil. Ide kreatif dan inovatif yang ditanggapi cepat dan cerdas dengan saluran yang pas akan melahirkan kontribusi yang luar biasa," jelasnya.

Ia menambahkan, prinsipnya karakter mendasari pembedaan manusia. Anak-anak memiliki karakteristik yang suka bermain, coba-coba dan karakter kekanak-kanakan. Remaja memiliki karakter mencari nilai dan jati diri, karakter puber. ABG cendrung meniru dan mudah terbawa pengaruh. Begitu juga halnya dengan orang tua, mereka memiliki karakter khas dengan ketuaan umurnya. Secara ilmu Psikologi karekteristik sangat dipengaruhi oleh kejiwaan dan keilmuan. "Maka peranan pemuda urgen diperhatikan oleh semua pihak teristimewa bagi yang merasa muda. Pemerintah dan semua elemen semestinya menjadi mitra kaum muda. Mengadakan fasilitas pengembangan dan penyaluran ide kreatifnya. Ada sisi baik pada diri pemuda juga tidak melenakan kita akan bahaya yang selalu mengintai dan mengrogoti para pemuda dewasa ini. Pemuda dijadikan basis korban yang mesti dihancurkan," ulasnya.

Bebas beraktifitas Pemuda Indonesia tidak harus direkat dalam sebuah organisasi, tapi lebih bijaksana membiarkan mereka bebas berkreatifitas di berbagai organisasi kepemudaan yang mereka sukai. "Yang penting ada upaya untuk saling menjaga dan menghormati antar organisasi-organisasi tersebut. Mereka harus seperti rel kereta api, meski sampai ke stasiunpun tidak akan pernah bertemu, namun memiliki tujuan yang sama, yaitu demi kejayaan Indonesia," kata Firdaus Ilyas, ketua Angkatan Muda Pembaharuan Indonesia (AMPI) Sumatra Barat.

Menurut Firdaus, yang juga kepala dinas perhubungan Kota Padang itu, persatuan pemuda Indonesia tidak bisa dimaknai dengan bergabungnya mereka dalam suatu organisasi tertentu, tapi harus dilihat dari upaya mereka untuk tetap mempertahankan rasa cinta mereka terhadap negara ini. "Meskipun untuk menunjukan kecintaan mereka itu tidak sama, ada yang cendrung mengkritik bahkan sampai melakukan demonstrasi, ada juga yang hanya diam dan mengamini segala kondisi yang terjadi, asal dengan tujuan untuk membangun negara ini, sebaiknya didukung oleh pihak-pihak terkait, karena para pemuda itu akan lebih berkembang, jika melakukan sesuatu sesuai dengan cara mereka masing-masing," terangnya.

Menyangkut 28 Oktober, yang merupakan hari sumpah pemuda, digambarkannya sebagai sebuah contoh konkret kecintaan pemuda terhadap republik ini. Pemuda yang waktu itu tergabung dalam berbagai organisasi dan kelompok, tidak menggagas sebuah organisasi bersama sebagai wadah memepersatukan Indonesia, tapi mengaplikasikan sebuah ide dan gagasan bersama untuk mengungkapkan rasa cinta dan kebersamaan mereka selaku pemuda."Produk pemuda 79 tahun lalu itu, ternyata tetap relevan sampai sekarang, dan hal itu merupakan suatu prestasi yang akan tetap menggema di bumi pertiwi ini, selama generasi mudanya bisa menjaga rasa cinta mereka terhadap Indonesia," terang Firdaus.

Ke depannya, ia menghimbau seluruh pemuda yang ada di Sumbar, untuk menjadikan momen 28 oktober ini, sebagai ajang untuk memikirkan kembali langkah pemuda ke depan. Disebutkan, seorang pemuda tidak akan bisa berbuat secara optimal untuk negara ini, jika dilakukan secara sendiri-sendiri, karena sekarang bukan lagi zamannya Superman atau Superhero. kegiatan mereka harus terorganisir dan tersistematis, dan untuk sampai ketahap itu mereka membutuhkan proses."Proses tersebut tentu tidak ada yang instan, dalam berorganisasipun, tentu harus dimulai dari yang terendah terlebih dahulu, seperti organisasi tingkat RT atau RW, kemudian organisasi kelurahan sampai natinya organisasi tingkat provinsi atau nasional," urai Firdaus.

(HARIAN UMUM SINGGALANG, EDISI MINGGU 28 OKTOBER 2007)

Tidak ada komentar: