Rabu, 21 Mei 2008

HMI Tolak Kenaikan BBM & Mahasiswa Cap DPRD Pendusta

Kamis, 22 Mei 2008

KEPUNG DEWAN : Ribuan elemen kepemudaan dan kemahasiswaan menggelar unjuk rasa di halaman gedung DPRD Sumbar, kemarin. Setidaknya tiga elemen menggelar unjuk rasa memperingati 10 tahun reformasi.

Padang, Padek -- Aksi ribuan mahasiswa dalam peringatan 10 tahun reformasi di gedung DPRD Sumbar berakhir dengan pembakaran keranda mayat yang dilakukan Lingkar Mahasiswa Minangkabau Raya (Lima Mira). Massa gerah dan emosi mendengar sikap DPRD Sumbar yang belum menindaklanjuti tuntutan mereka sebelumnya, menolak kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM). DPRD beralasan Lima Mira belum memasukkan aspirasi.

Teriakan, cemoohan dan hujatan pun terus mengalir dari mulut mahasiswa. Kemarahan mereka juga dipicu pernyataan Wakil Ketua DPRD Sumbar, Mahyeldi Ansharullah, yang mengira Lima Mira baru sekali ini menggelar aksi. Massa menilai DPRD tidak tanggap terhadap aspirasi mahasiswa sehingga percuma menyampaikan aspirasi ke gedung dewan tersebut karena tidak jelas tindaklanjutnya.


”Pendusta, pendusta, pendusta” teriak mahasiswa sambil menuruni tangga gedung dewan dan membanting jaket serta tonggak bendera yang mereka bawa. Spanduk-spanduk pun mereka kumpulkan dan mereka taruh di atas keranda mayat yang sengaja dibawa sebagai ilustrasi matinya rakyat. Aksi bakar-bakaran pun dimulai dan dalam sekejap api membubung ke atas.
Selain itu, mereka juga membawa beberapa tuntutan di antaranya nasionalisasi aset-aset strategis, tolak intervensi asing, realisasikan 20 persen anggaran pendidikan, persiapan pangan nasional, kesehatan gratis dan mosi tidak percaya kepada pemerintah. Dalam beberapa spanduknya juga menilai SBY-JK sebagai boneka asing.


Selain Lima Mira, aksi ini juga diikuti Aliansi Mahasiswa Reformasi Tahap II (Amarah) yang terdiri dari lima organisasi, di antaranya Badko HMI Sumbar, PMII, IMM, KAMMI dan GMPI datang duluan. Sejak pagi mereka sudah konsolidasi di gerbang Universitas Negeri Padang (UNP). Sekitar pukul 10.00 WIB massa Amarah II mulai bergerak menuju gedung DPRD dan langsung menggelar orasi.


Massa Amarah II datang dengan slogan Lima Tuntutan Satu Solusi Rakyat (Lintas Rakyat) yang terpampang dalam sebuah spanduk besar, di antaranya optimalisasi penegakan hukum, kontrolisasi otonomi daerah, maksimalkan pemberantasan KKN, revisi sistem pendidikan nasional, nasionalisasi aset-aset negara dan reformasi tahap II. Mereka juga menawarkan solusi buang kapitalisme, tegakkan Islam secara kaffah.


Reformasi Telah Mati
Sekretaris GMPI Korda Sumbar, Hendri Gunawan, menilai reformasi telah mati. Menurutnya SDM bangsa harus diperkuat dengan melakukan revisi terhadap sistem pendidikan nasional dan tidak berkiblat ke luar. Ia juga menegaskan masyarakat miskin harus diberi akses pendidikan seluas-luasnya melalui pendidikan gratis.


”Kita juga menolak Rancangan Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan (RUU BHP) yang sudah mengkomersialkan pendidikan. Biaya pendidikan jadi mahal. Wajahnya berubah menjadi industri. APBN/APBD yang terbatas tidak bisa jadi alasan. Kita bisa lihat anggaran studi banding tak ada batasnya,” tukasnya.


Belum selesai massa Amarah II menggelar orasi, massa dari BEM Sumbar juga sudah memadati gerbang DPRD. Massa yang didominasi almamater kuning dan hijau ini tidak langsung bergabung dengan massa Amarah II. Mereka terus mengkonsolidasikan massanya dengan membuat bentangan tali pemisah dengan massa dari gerakan lain.


Tak lama kemudian, massa Lima Mira dengan membawa sound system besar juga masuk dan merengsek ke depan gedung dewan. Orasi dengan suara membahana dari massa Lima Mira mengalahkan suara massa dari elemen gerakan lainnya. Massa Amarah II yang sudah menyelesaikan aksinya segera meninggalkan DPRD menuju ke gubernuran.


Lama berselang, baru massa BEM Sumbar maju ke depan setelah diberi ruang oleh massa Lima Mira. Namun setelah melalui komunikasi antara pimpinan aksi tampaknya tak tercapai kesepakatan. Akhirnya, mereka menggelar aksi dan orasi secara bersamaan. Sound System dan orasi yang menggelegar dari Lima Mira membuat suara BEM Sumbar seakan tak terdengar.
BEM Sumbar seakan tak peduli mereka terus melanjutkan aksinya dan segera menyampaikan pernyataan sikap dengan slogan Enam Tuntutan Rakyat Jelata (Natural), di antaranya tolak kapitalisme dan neo liberal, nasionalisasi aset-aset strategis negara, bersihkan bangsa dari KKN, hapuskan utang luar negeri, pendidikan dan kesehatan gratis, dan mosi tidak percaya kepada pemerintah.


Mereka juga meminta DPRD Sumbar ikut mendukung aspirasi tersebut. Namun Mahyeldi Ansharullah yang menerima massa, hanya menyetujui lima poin minus mosi tidak percaya kepada pemerintah. Ia beralasan lebih baik fokus pada substansi persoalan yakni menolak rencana kenaikan BBM. Ia juga berharap mahasiswa bisa memberikan solusi terhadap potensi pengbengkakan anggaran jika BBM tidak jadi dinaikkan. Kendati tidak setuju dengan poin terakhir DPRD tetap memfasilitasi tuntutan tersebut untuk disampaikan ke DPR RI.
Terhadap tuntutan mahasiswa untuk memotong tunjangan pejabat Mahyeldi mengaku, sangat setuju bahkan sudah disampaikannya ke gubernur Sumbar. ”Apalagi selama ini pejabat di pemerintahan kita masih banyak yang boros. Ini harus kita lakukan sebagai bentuk kepedulian terhadap beban yang dialami masyarakat,” tukasnya. Dalam aksi ini, sebanyak 300 personil kepolisian diturunkan untuk mengamankan aksi.


Gamawan: Kedepankan Dialog


Dalam aksi di Kantor Gubernur Sumbar, Amarah II menyerukan agar reformasi tahap dua dilakukan. Mereka menilai reformasi yang dilakukan mahasiswa pada 1998 silam, gagal dan telah mati. Aksi yang dilakukan Amarah II sekitar pukul 11.30 WIB tersebut sempat diwarnai pembakaran keranda yang menandakan simbol telah matinya reformasi 1998.


Menyikapi aksi demo tersebut, Gubernur Sumbar Gamawan Fauzi usai upacara peringatan Harkitnas sekitar pukul 09.00 WIB, meminta seluruh elemen masyarakat untuk lebih mengedepankan dialog ketimbang aksi unjuk rasa menyikapi rencana kenaikan harga BBM. Menurutnya, demonstrasi dilakukan jika kran-kran dialog tidak memungkinkan lagi.
Menurutnya, sepanjang dialog masih bisa dilakukan, kenapa harus demontrasi. Karena pemerintah dan DPRD akan membuka bersedia untuk dialog. ”Kalau bisa demo itu menjadi jalan terakhir, kalau tidak ada jalan lainnya. Karena demo tersebut akan membuat suasana tidak nyaman. Coba kita ciptakan kondisi aman bagi Sumbar ini,” kata Gamawan kepada wartawan.


Aliansi Mahasiswa Tak Satu Visi
Soliditas dan kesatuan gerakan di tingkat elemen gerakan mahasiswa tampaknya masih sulit terealisir. Ribuan mahasiswa yang menggelar aksi di depan gedung DPRD Sumbar dalam peringatan 10 tahun reformasi datang dalam tiga aliansi yang berbeda, di antaranya Amarah II, BEM Sumbar dan Lima Mira.


Tuntutan mereka juga bebeda-beda. Amarah II datang dengan mengusung Lintas Rakyat atau Lima Tuntutan Satu Solusi Rakyat. Sedangkan BEM Sumbar mengemban misi Enam Tuntutan Rakyat Jelata (Natural). Namun dari segi substansi masih terdapat beberapa irisan di antaranya pendidikan dan kesehatan gratis. Dari awal fragmentasi gerakan sudah mulai tampak. Bahkan Amarah II dan BEM Sumbar yang konsolidasi di tempat yang sama, yakni Universitas Negeri Padang (UNP) bergerak sendiri-sendiri. Massa Amarah II yang sudah konsolidasi sejak pagi langsung mendahului pergerakan menuju DPRD Sumbar sekitar pukul 10.00 WIB.


Sekretaris GMPI Korda Sumbar, Hendri Gunawan, yang tergabung dalam Aliansi Gerakan Mahasiswa Reformasi Tahap II (Amarah II) mengatakan, gerakan mahasiswa memang tidak bergerak secara bersamaan. Namun ia menampik kalau ada perpecahakan karena komunikasi masih terus berjalan.
”Ini hanya perbedaan isu. Tidak ada perpecahan. Sebagian lebih fokus pada penolakan BBM. Lainnya, fokus pada refleksi 10 tahun reformasi. Karena isunya berbeda, akhirnya bergerak sendiri-sendiri. Tapi pada prinsipnya kan tujuannya sama,” tukasnya. Namun Aziz dari KAMMI Sumbar yang tergabung dalam Amarah II lebih tegas mengatakan, sudah mengajak BEM Sumbar tetapi mereka tidak mau bergabung.


“Mereka juga mengklaim dirinya sebagai BEM Sumbar. Padahal BEM yang lain masih banyak yang tidak bergabungm,” tandasnya. Perbedaan antar-elemen gerakan makin mencolok saat BEM Sumbar secara bersamaan bertemu dengan Lima Mira di halaman gedung DPRD Sumbar selepas Kelompok Amarah II meninggalkan lokasi dan menuju gubernuran. Komunikasi antara pimpinan aksi tampaknya tak menemui kata sepakat. Ujung-ujungnya dalam penyampaian orasi mereka saling mendahului.


Malahan, saat BEM Sumbar menyampaikan pernyataan sikap, massa Lima Mira terus membakar semangat massanya dengan menyanyikan lagu-lagu perjuangan. Praktis sound system Lima Mira yang besar dan menggelegar membuat suara BEM Sumbar terdengar sayup-sayup. Pernyataan Mahyeldi Ansharullah dan Djonimar Boer yang turun merespons aksi mahasiswa pun nyaris tak terdengar. Massa BEM yang menglaim dirinya BEM Sumbar juga hanya didominasi almamater hijau dan kuning yang menandakan mahasiswa Universitas Andalas (Unand), Universitas Negeri Padang (UNP) dan sejumlah kecil dari BEM Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Imam Bonjol, Padang.


Presiden Mahasiswa IAIN Imam Bonjol Padang Ja’far yang tergabung dalam BEM Sumbar saat dikonfirmasi koran ini mengatakan, antara elemen gerakan mahasiswa masih tetap komunikasi. Namun lanjut Ja’far, perbedaan isu saja yang membuat elemen gerakan mahasiswa tidak begerak bersama.


Kontraproduktif
Mantan aktivis Sumbar, Alvon Kurnia mengatakan, aksi penolakan BBM berbagai tuntutan terkait 10 tahun reformasi oleh mahasiswa Sumbar kurang efektif dan malah cenderung kontraproduktif. Hal ini disebabkan gerakan mahasiswa berbagai aliansi tidak terkoordinasi dan tidak satu visi. Akibatnya, berakhir tanpa rekomendasi yang kuat.


Alvon menilai, aksi yang dilakukan berbagai aliansi mahasiswa itu sangat ganjil. Mestinya, sebelum turun ke jalan, mahasiswa melakukan konsolidasi terlebih dahulu. “Mereka sepertinya sama-sama ingin mengambil momen Harkitnas. Karena tidak didahului konsolidasi, terjadilah satu isu disuarakan tiga aliansi dalam satu lokasi di DPRD Sumbar. Ini tidak efektif,” tuturnya.
Jika satu isu disuarakan tiga aliansi berbeda pada tempat berbeda, maka kekuatan suara mahasiswa meluas. Bukan hanya lokasi yang menjadi sorotan Alvon, visi yang disampaikan juga berbeda. Masing-masing aliansi melihat persoalan dari sudut pandang berbeda, sehingga kekuatan isu yang diperjuangkan tidak kuat. Apa yang disampaikan BEM Sumbar, berbeda dengan Lima Mira. Demikian juga halnya dengan Amarah II dan aliansi lainnya.


“Mestinya apa yang disuarakan itu menghasilkan satu rekomendasi yang kuat dalam bentuk kesepakatan bersama. Hal ini akan bisa dicapai jika sebelumnya dicapai kesepakatan antara aliansi,” tuturnya. (geb/haj/afi)


Sumber: Harian Padang Ekpres online

Tidak ada komentar: